Entri Populer

Monday 7 November 2011

Kakak Kelasku Nina dan Ibu Kostnya
(by: Deny Doank) 

 

Ini adalah kisah pengalamanku yang akan saya bagikan pada pembaca slank.wen.ru. Sebut saja namaku Dany, aku sendiri tinggal di Bandung, dan sedang kuliah di salah satu universitas swasta di Bandung. Untuk sekedar informasi saat ini usiaku sudah 25 tahun, tinggi badan 170/60. Aq adalah orang yang sangat suka dengan sex, hayalanku tentang sex sangat luar biasa. Dan aq lebih senang dengan wanita yang lebih tua dariku.

Kejadiannya bermula ketika aq bertemu dengan kakak kelasku yang beda jurusan namanya nina, orang jawa, orangnya manis. Awalnya kami hanya cerita tentang masalah kuliah, entah siapa yang memulai akhirnya kami cerita tentang sex. Nina cerita panjang lebar dengan pengalamannya tentang sex, sampai aq terangsang dibuatnya, mungkin karena nina sudah berpengalaman dia tau bahwa saya sudah terangsang. �Kamu pengen nyoba ga?� katanya, �Emang kamu mau� kataku. Kami memutuskan untuk pergi ke kosanku, sesampainya di kosan nina sudah tidak sabar lagi dia menyuruh saya untuk mengunci pintu, belum juga aq selesai menutup pintu nina langsung melumat bibirku, dan aq balas dengan lembut. Setelah beberapa menit dia menghentikan lumatanya dan dia memintaku untuk tiduran. Kembali aq melumat bibirnya, sambil tanganku berusaha membuka kaos yang dipakainya, aq sangat bernafsu ketika melihan payudarahnya, tanpa susa aq langsung membuka kaitan BHnya dan terpangpang jelaslah di hadapanku payudarahnya (ukuranya kira2 34C). Aq langsung mencium dan menghisapnya secara bergantian, tubuhnya semakin tidak karuan.

Nina langsung mendorongku dan dia duduk, dia berusaha untuk membuka pakaianku dan akhirnya aq sudah telanjang bulat. Dia semakin bernafsu diraihnya burungku untuk sementara di kocoknya dan langsung dimasukkan kedalam mulutnya, hampir saja spermaku keluar, karena aq tidak ingin spermaku keluar, aq tarik kepalanya keatas. Aq kembali duduk dan melucuti celana jins yang dia kenakan, di saat saya berusaha menarik celana dalamnya dia berusaha menolak dan berkata �Kamu mau bertanggung jawab say?�, aq terdiam sejenak memikirkan pertanyaanya, karena nafsuku sudah di ubun-ubun akhinya aq jawab �ya aq mau bertanggung jawab jika nanti kamu hamil�. Nina langsung mencium kening saya dan kedua mata saya, lalu dia berkata �Terserah mau kamu apakan saya say� serasa angin segar aq langsung membuka celana dalamnya, aq terdiam sejenak memperhatikan memeknya (sekedar informasi memeknya tembem dan ditumbuhi bulu-bulu yang masih halus). Tanpa pikir panjang aq langsung mencium dan menjilatnya, dan tangan saya asik meremas kedua payudarahnya.
Mungkin karena dia sudah klimaks, dia langsung menindih saya dan mengarahkan memeknya ke burungku. Aq merasa kesakitan disaat kepala burungku mulai masuk ke memeknya, mungkin karena aq masih perjaka dan dia masih perawan. Nina berusaha keras untuk memasukkan burungku ke memeknya, sekitar 5 menit burungku sudah masuk semua kedalam memeknya, aq suruh dia untuk mendiamkan burungku didalam memeknya agar aq dapat merasakan kedutan memeknya. Lalu aq menindihnya dan menggesek-gesekkan burungku di memeknya lalu ia menahan pinggulku sehingga menghentikan genjotanku.
Lalu ia berkata, "Masukin aja say...." katanya sambil menunjuk memeknya.
Maka segera saja aku mengambil posisi siap tembak. Lalu pelan-pelan Nina mengarahkan kontolku ke memeknya. Aku dapat merasakan betapa sempit dan hangatnya vagina Nina.
"Pelan pelan ya say.... sakit.."  "Soalnya punya kamu gede.."
Lalu aq bisikkan di telinganya�iya say jangan kwatir��

Aq melakukan gerakan naik turun dengan sangat pelan, agar dia tidak merasa kesakitan dan aku kembali bertanya.. "Gimana sekarang udah Enak� ?" Lalu ia menjawab, "Iya Ee..nak bangat say.." karena dia sudah mulai keenakan maka aq mempercepat gerakan naik turunya. Aku genjot terus sampai kira kira lima belas menit saat mau keluar tiba tiba ia berbisik�"Keluarin di dalam aja ya say..." mendengar perkataanya aq semakin bernafsu, dan akhirnya croot, croot, croot. Kami saling berpelukan dan akhirnya tertidur.
Setelah kejadian itu hampir setiap minggu kami melakukannya, kadang di kosanku dan kadang di kosannya. Setelah minggu ke empat dia menelpon aq dan meminta aq untuk datang ke kosanya, di pikiranku �dia pasti mengajakku untuk bercinta�. Sesampainya dikosanya dia mengatakan bahwa �Ibu kostnya ingin mencobaku� aq kaget dibuatnya dan bertanya �dari mana ibu kost tau?� akhirnya dia mengatakan bahwa dia telah menceritakan persetubuhan kami pada ibu kostnya. Dia bertanya �say kmu mau apa tidak???� aq terdiam sejenak dan mengatakan �Bersedia� tapi dengan syarat nina tetap harus melayani aq.

Pendek cerita aq berangkat dengan ibu kostnya menuju hotel melati yang ada di daerah kelapa di pusat kota bandung. (sekedar informasi ibu kostnya namanya Rini, usia sekitar 38 tahun) Setelah check-in, segera aq dan ibu rini masuk ke kamar yang telah ditentukan.
"Rini, ingin mencoba kamu say, Rini ga tahan mendengar cerita Nina", kata ibu Rini sambil memelukku erat setelah di dalam kamar.
"Saya juga ingin merasakan memek Rini..", kataku sambil mengecup bibirnya.
"Mm.. Mmhh..", gumam Rini sambil melumat bibirku sementara tangannya langsung masuk ke dalam celanaku, lalu masuk lagi ke celana dalam.
"Ohh.. Enak,...", bisikku ke telinganya sambil meremas buah dadanya yang besar. lalu Rini menurunkan celanaku dan memerosotkannya hingga lepas.
Akupun segera melepas kaos yang kupakai dan celana dalam yang sudah menggembung. Sementara Rini juga sama melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat. Aq memeluk tubuhnya. Burungku yang sudah tegang dan tegak menyentuh-nyentuh bulu memek dan perutnya. Ibu Rini memegang dan mengocok burungku. Lama kami berciuman sambil saling usap, saling raba, saling remas.

"Ohh.. Mmhh..", desah Ibu rini ketika tanganku mengusap belahan memeknya lalu jariku masuk ke lubang memeknya yang sudah sangat basah.
" Oohh..", desah Ibu Rini makin keras ketika aku menurunkan kepala ke dadanya lalu kujilati puting susunya bergantian sembari tangan dan jariku masih tetap memainkan memeknya.
"Say�.. Rini sudah tidak kuat lagiihh..", bisik ibu rini sambil menggerakan pinggulnya seiring tusukan jariku ke memeknya.
"Setubuhi ibu sekarang say....", pintanya lirih sambil melepaskan diri dari pelukanku lalu dia berbaring di ranjang. Aku tersenyum, lalu aku pun segera naik ke atas ranjang dan kunaiki tubuh telanjangnya.
"Ayo lekas lakukan, say..", katanya sambil meraih burungku lalu diarahkan ke lubang memeknya. "Sabar donk bu.. jangan buru-buru�..", kataku sambil tersenyum lalu kukecup bibirnya, kemudian kutekan burungku perlahan sampai akhirnya masuk semua ke dalam memeknya.
"Ohh.. Shh.. Enakk, say..", desah ibu rini sambil menggoyang pinggulnya.
"Ibu sudah tidak sabar lagi karena sudah lama tidak mendapatkan kenikmatan�", bisik Ibu rini.
"Ohh.. Nikmat sekali, sayy..", desah kenikmatan keluar dari mulutnya. "Setubuhi lebih cepat, say..", pintanya sambil mencengkram tubuhku erat.

"Ohh.. Ohh.. Ibu mau keluarr.. Ohh..", lenguhan panjang terdengar dari mulut ibu rini sambil memejamkan matanya. Serr! Serr! Lendir birahi ibu rini menyembur disertai dekapan yang sangat erat di tubuhku.
"Say.. Nikmat sekalii..", desah ibu rini sambil badannya terkulai lemas.
Aku tersenyum melihat ibu rini memejamkan matanya karena kenikmatan yang tiada tara.
"Bu, balikkan badannya dong..", pintaku sambil mencabut burungku dari memeknya.
Ibu rini menuruti apa permintaanku. Dia tengkurap sambil membuka kakinya agak lebar sehingga memeknya tampak merekah merangsang. Lalu kuarahkan burungku ke lubang memeknya kemudian kutekan hingga masuk semua.
"Mmhh.. Enak sekali, Bu..", kataku sambil mengeluar masukkan burungku di memeknya.
Aku terus mengeluar masukkan burungku sambil meremas-remas bongkahan pantatnya yang besar dan bulat. Sesekali kusentuh lubang pantatnya dengan jariku.
Tak lama kurasakan sesuatu yang ingin menyembur dari burungku. Kupercepat gerakan burungku sambil menikmati perasaan nyaman yang mulai meningkat.
"Saya mau keluar, bu..", kataku serak.
"Keluarkan di memek ibu  aja.. Biar enak..", kata ibu rini.
Croott! Crott! Croott! Air maniku menyembur banyak di dalam memek Ibu rini. Kutekan burungku dalam-dalam ke memeknya. Terasa kontolku berdenyut-denyut nikmat. Kudekap ibu rini dari belakang tanpa melepas burungku dari lubang memeknya.
"Nikmat sekali, Bu.. Memek ibu masih nikmat..", pujiku.

Setelah beres-beres, aku dan ibu rini segera keluar dari hotel tersebut. Kulihat wajah ibu rini sangat cerah dan ceria. Sangat jauh berbeda dari pada saat sebelum kami bersetubuh lebih dari 1 jam yang lalu. Setelah sampai dikosan, Nina bertanya tentang apa yang telah kami lakukan, setelah mendengar cerita saya dia meminta agar saya memuaskannya juga. Tanpa bisa aq tolak akhirnya aq memberikan kepuasan buat dia.
Setelah kejadian itu aq semakin sering melakukan hubungan badan, kadang dengan orang-orang yang sudah berkeluarga dan kadang dengan teman-teman Nina. Nina selalu mencari orang-orang yang haus sex untuk aq layani, semua itu aq lakukan dengan tanpa bayaran, sebab aq juga menikmatinya. Tetapi sekarang nina telah tunangan dan telah pulang ke jakarta.


Narasumberku Yang Cantik
(by: rooney_eve@yahoo.com) 

 

Hidup memang penuh kejutan. Paling tidak aku sudah membuktikan itu. Perkenalkan, namaku Ronny, usia 28 tahun, tingi 170 berat 68 kg. Saat ini pekerjaan saya adalah wartawan muda di sebuah majalah ternama Ibukota. Lazimnya wartawan, sudah pasti aku memiliki banyak relasi. Tidak sedikit dari mereka adalah bos-bos di perusahaan ternama. Sebagai wartawan sudah pasti aku dituntut untuk bisa menaklukkan berbagai karakter dan persona setiap narasumberku. 

Maklum, dengan kedekatan itu aku bisa mendapatkan berita ekslusif yang memang menjadi spesialisasiku. Nah, diantara banyak sumberku tadi tersebutlah nama Wita, seorang country manager sebuah Bank asing di Jakarta. Sebagai gambaran dari narasumberku ini. Usianya sekitar 36 tahun, dikaruniai 2 orang putra. Tingginya sekitar 165 cm dengan berat 57. Bodinya lumayan bagus, maklum rutin fitness dengan payudara kuperkirakan 34B. 

Oh ya, perkenalanku dengan Mbak Wita, begitu aku menyebutnya, sudah berlangsung 4 tahun lebih. Awalnya, sudah pasti secara kebetulan. Ketika itu, Bank tempat Mbak Wita bekerja menggelar jumpa pers. Pada saat yang sama aku ditugasin oleh pimpinanku untuk meliput acara itu. Kloplah! singkat kata sejak pertemua itu yang diakhiri dengan tukar menukar kartu nama, aku berkenalan dengan Mbak Wita. 

"Ron Met ketemu lagi ya, tolong beritanya yang bagus," begitu Mbak Wita mengikhiri langkaku meninggalkan Hotel Indonesia. 

Pertemuan kami di HI itu ternyata bukan yang pertama dan terakhir. Setelah perkenalan itu setiap kali Mbak Wita punya acara 
Sudah pasti aku diundangnya. 

"Ron besok datang ya, kami mau launch produk baru," begitu pesan yang sering aku terima lewat SMs dari Mbak Wita. 

Tidak heran, saking dekatnya, kami sering bertukar pendapat. Tidak hanya masalah perkerjaan yang kami diskusikan, dalam beberapa hal aku juga berani untuk menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi. Misalnya menyangkut hubungannya dengan sang suami, Mas Johan hingga cara dia mengelola rumah tangganya. Sebagai bujangan pengalaman itu sudah pasti penting bagiku jika menikah kelak. 

Dari rasa saling percaya itu tidak terasa kedekatan diantara aku dan Mbak Wita sepertinya sudah tidak berjarak. Bahkan tidak jarang, karena aku membutuhkan informasinya, jam 12 malam pun aku menelpon dia jika aku kesulitan memahami sebuah kasus perbankan. Dan untungnya, Mbak Wita dan Mas Johan mengerti kondisi itu. 

Oh, ya aku sendiri juga sudah mengenal Mas Johan sebagai salah satu direktur di perusahaan Sekuritas. Beliapun juga tahu dan tidak keberatan Mbak Wita selalu aku jadikan narasumber. 

"Terima kasih Ron atas kepercayaan kamu pada Wita. Sekarang dia jadi terkenal lo," ujarnya suatu kali ketika kami ber-6 makan malam bersama. 

Sampai suatu kali, dimana hampir sebulan, kami tidak sempat kontak, Mbak Wita menggelar jumpa pers. Sudah pasti akupun datang ke acaranya. 

"Hey apa kabar Ron. Kemana aja, kok lama nggak kontak. Nggak butuh berita nih," ujarnya Kenes. 
"Nggak lah Mbak, masak wartawan kagak butuh berita. Biasalah susah ngatur waktu. Abis banyak kerjaan sih," aku menimpali. 

Seperti biasa setelah acara selesai, akupun beranjak untuk pergi. Namun sebelum pergi, tanpa kuduga Mbak Wita menepuk pundakku. 

"Mau pergi Ron? Sudah cukup nih informasinya?" Mbak wita menyapaku. 
"Iya nih, mau ke tempat lain Mbak, masih ada sumber yang ingin kukejar," aku menjelaskan. 
"Oke kalau begitu. Met jalan dan jangan lupa kontak-kontak ya," katanya lagi. 
"Oke Mbak," ujarku semabri ngeloyor pergi. 

Pertemuan kami memang tak terhitung. Kadang aku yang mengundang dia untuk sebatas minum kopi dan mengorek informasi darinya. Namun tidak jarang, dia memintaku untuk menemaninya makan siang. Sampai akhirnya tiba-tiba dia menleponku. 

"Bisa ke Restoran biasa Ron. Aku pusing nih, lagi ada masalah," telpon Mbak Wita membuyarkan konsetrasiku yang sedang menyelesaikan tulisan. 
"Emangnya ada apaan Mbak? kataku. 
"Sudah deh, jam 12 aku tunggu," katanya langsung menutup telepon. 

Tak lama berselang, sekitar jam 12.30 aku bertemu Mbak Wita di tempat biasa. 

"Ada apa sih Mbak, emangnya berat baget tuh masalah. Nggak biasanya deh Mbak Wita seperti ini," kataku membuka pembicaraan. 
"Begitulah Ron, aku lagi suntuk dengan Mas Johan. Dia punya simpanan," ujarnya lirih. 
"Ups, aku kaget juga dengan perkataan Mbak Wita. 
"Masak sih Mbak, mungkin Mbak Wita salah dengar. Sudah di kroscek belum?" kataku lagi. 
"Sudah. Aku lihat dengan mataku sendiri Mas Johan bawa cewek ke hotel (X) di Senayan itu. Mereka berdua menginap di kamar 202 kemarin," katanya. 
"Lo, emangnya dia kemana, kok pake nginap segala," sergahku. 
"Katanya sih dia mau ke Singapura. Tapi tak disangka aku bertemu dengannya di hotel itu. Kebetulan aku lagi ada acara." 
" Aku turut prihatin. Mbak yang sabar ya.," kataku. 

Tak terasa bulir-bulir air tampak jatuh dari mata indah Mbak Wita. Secara reflek aku beranikan diri menyeka airmata itu dengan sapu tanganku. Aku usap matanya sambil kubelai rambutnya. Kebetulan saat itu tempat duduk kami memang saling berdekatan. Herannya reaksi Mbak Wita diam saja. Seolah dia menikmati belaianku. 

"Sudah deh Mbak nggak usah bingung. Mungkin ada sesuatu yang salah dalam keluarga Mbak," kataku sedikit lancang. 
"Selama ini baik saja Ron. Mas Johan kalau pulang juga tepat waktu. Hubungan kami tidak ada masalah," Mbak Wita masih tidak percaya dengan ulah suaminya. 

Tak terasa obrolan kami sudah berlangsung hampir 2 jam. 

"Kalau begitu, mungkin lebih baik Mbak Wita pulang aja, siapa tahu dengan berkumpul sama anak-anak pikiran jadi tenang. Ayo aku antar," kataku berusaha menenangkan Mbak Wita. 
"Baiklah Ron, doakan Mbak Kuat ya," ujarnya menimpali. 

Setelah membayar tagihan kami pun melangkah meninggalkan restoran itu. Aku berjalan disamping Mbak Wita menuju tempat parkir. Tak sepatah katapun yang meluncur dari mulut kami saat itu. Raut kesedihan benar-benar tampak dari muka narasumberku ini. Sampai akhirnya di dalam mobil Mbak Wita menyela. 

"Habis ini kamu mau kemana Ron," tanyanya. 
"Wah kebetulan aku DL-deadline-nih. Jadi aku harus balik kantor lagi," kataku. 
"Masak tiap hari kerjanya cuma DL. Wartawan nggak ada istirahatnya apa?" 
"Ya begitulah Mbak, sudah resiko kerja. Tapi aku menikmatinya kok. Soal Libur, mungkin sabtu minggu," kataku menimpali. 

Tak berapa lama, mobil yang kami tumpangi sampai di dekat kompleks Perumahan Mbak Wita. Sebelum masuk kompleks elit itu, mobil mercy keluaran terbaru itu berhenti. 

"Aku turun sini aja Mbak. Nggak enak ntar dilihat orang," kataku. 
"Kamu nggak mampir dulu, Mas Johan nggak ada kok," katanya. 
"Nggak lah Mbak, justru karena Mas Johan nggak itu masalahnya. Ntar Mbak dikira perempuan apaan," kataku. 
"Oke Kalau begitu. Ntar Sabtu kita ketemu ya." 
"Baik Mbak, aku janji deh. Tapi pesanku Mbak jangan berpikir macam-macam. Biarlah kejadian ini jadi pelajaran kita semua. Manusia pasti bisa berbuat salah. Moga saja Mas Johan segera sadar," panjang aku memberi nasehat." 
"Oke sayang, cupp uaahh," tiba-tiba Mbak Wita mencium bibirku. 

Sontak aku kaget bukan kepalang. Beberapa detik aku bengong karenanya. 

"Hey, kenapa kaget ya. Maaf Ron kalau kamu nggak suka," ia melanjutkan. 
"Nggaak Mbak, Nggak pa pa. sudah ya, aku pergi dulu, salam buat anak-anak," 

Akhirnya aku berlalu keluar mobil meninggalkan Mbak Wita. Didalam taksi yang membawaku ke kantor, dibilangan Thamrin, kebingunganku pada ciuman Mbak Wita tetap belum hilang. Tapi ya sudahlah Bodo amat. Toh kerjaanku masih menumpuk, aku mengakhiri lamunanku. 

Tak terasa, hari Sabtu pun tiba. Seperti biasa, setiap Sabtu bangunku pasti molor. Maklum, habis begadang semalaman Dl di kantor. Namun, rasa kantuk yang masih amat sangat itu akhirnya terganggu. HP-ku berdering nyaring. Beberapa kali memang aku biarkan saja. Tapi karena penasaran, aku bankit ke meja kerjaku meraih Nokia kesayanganku itu. 

"Hai met pagi Ron, lagi ngapain," suaranya yang khas langsung membawa otakku menuju wajah Mbak Wita. 
"Bbbaik Mbak," aku sedikit gugup. 
"Lo ada apa nih, tumben wartawan gugup, baru bangun ya," katanya. 
"Iya nih Mbak, semalaman lagi banyak kerjaan. Tapi sekarang sudah kelar kok," aku menimpali. 
"Asyik deh, kita bisa jalan dong," katanya. 
"Kemana?" 
"Ada deh, cepat sono mandi, ntar aku jemput kamu ya jam 10, oke!" ucapnya sembari menutup Hp-nya. 

Sontak aku jadi bingung. Kejutan apa lagi nih yang bakal terjadi? Jangan-jangan aku dijadikan pelarian sama Mbak Wita? Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiranku. Tok.. Tok.. Tok! Ronny.. Ronn, suara Mbak Wita memanggilku. 

"Oh Mbak, silakan masuk Mbak. Sorry tadi aku tutup baru selesai mandi nih," kataku sambil membuka pintu. 
Ketika menemui Mbak wita aku masih pakai kaus dalam dan handuk. 
"Bentar ya Mbak, aku ganti baju dulu. Mbak tungu aja di depan, tapi maaf lo rumahnya kotor, maklum bujangan," kataku tentang rumahku yang memang tampak berantakan. 
"Nggak apa-apa Ron yang penting nyaman," celetuknya 

Aku langsung masuk ke kamar dan membuka belitan handukku. Tapi belum sempat memakai celana dalam, tiba-tiba Mbak Wita langsung masuk ke kamarku. 
"Maaf Ron, aku pikir sudah selesai," katanya sambil melirik selangkanganku. 
"Tapi besar juga lo burung kamu," katanya genit. 
Merasa kepalang basah, aku langsung nyeletuk, 
"Emangnya Mbak berminat dengan burungku. Ambil gih kalau mau," kataku memancing birahi Mbak Wita yang kelihatan sekali sudah 
dekat diubun-ubun. 

Mendengar ucapanku wajah Mbak Wita sontak memerah. Tapi tak lama kemudian dia langsung bisa mengendalikan situasi. 

"Kalau kamu mau, kita bisa coba kan?" 

Mbak Wita akhirnya membuka peluangku untuk bercinta dengannya. Tak mau kehilangan waktu, aku langsung tarik tangan Mbak Wita. Mulutnya yang tebal dan seksi itu langsung kulumat habis. Bibir kami saling berpagut dengan ganasnya. Lidah kami saling bermain-main diantara kedua bibir itu. Uhh.. Ron, Mbak Wita mulai mendesah. 

Situasi makin sulit dikendalikan. Tanganku yang sudah "gatal" mulai mempreteli satu persatu kancing baju Mbak Wita. Kait BH-nya pun juga aku lepaskan. Tanganku langsung menggerayangi kedua payudara Mbak wita yang masih tampak sekal. 

"Uhh.. Terus Ronn, Enakk..," kata kata Mbak Wita mulai meracau. 

Nafasnya mulai memburu. Perlahan kubuka seluruh bajunya dan celana panjangnya. Yang tersisa hanya CD hitamnya saja. Lidahku pun mulai bermain disekujur tubuhnya. Dari ujung kepala, turun ke telinga, ke bibir, ke leher.. Perlahan kusapu dadanya, payudaranya kulumat dengan gigitan kecil.. Turun lagi kebawah, pusarnya kukorek dengan lidahku.. 

Aku sudah tak tahan lagi. Langsung saja CD hitam itu aku tarik ke bawah. Wow!! Aku sempat bengong. Betapa indahnya liang nikmat Mbak Wita. Selangkangan yang putih bersih itu dihiasi rambut hitam yang sungguh lebat. Laiknya jenggot salah satu capres Golkar. Sontak aku langusng menyambangi hutan lebat itu. Lidahku mulai menari-nari mencari liang nikmat. Mbak Wita terus meracau. 

"Uhh teruss Ronn, agak ke bawah dikit.." 

Aku pun langsung menjilati vaginanya. Ketika lidahku menyapu bibir vagina dan klitorisnya Mbak Wita tiba-tiba berteriak, 

"Ahh.." 
" Ronn.. Ayo Ronn.. Kasih aku kenikmatan.. Ayo Ronn cepat sayang.. Bentar lagi aku nyampai," katanya. 

Aku makin mempercepat permainan lidahku. Tak terasa lendir asin mulai kurasakan masuk ke lidahku. Tapi dasar sudah nafsu aku makin kesetanan melahap vagina Mbak Wita. Akhirnya.. 

"Roonn Mbak dapeett nihh.. Aahh," Mbak Wita mendapatkan orgasmenya. 
"Thanks sayang, kamu hebat.. " 

Aku yang masih 'panas' terpaksa berhenti sejenak melihat Mbak Wita yang lunglai itu. Tapi penisku masih tegak menjulang menunggu aksi selanjutnya. Untungnya Mbak Wita segera tanggap. Ia langsung menggeliat dan mulai mengelus burungku. Tak berapa lama mulut tebalnya sudah bermain-main dengan adik kecilku itu. 

"Ohh Mbakk.. Enakk bangeett. Terusin Mbak.. Mulut kamu enak.." ujarku kacau. 

Aksi itu berlangsung lumayan lama. Sampai akhirnya aku tak tahan juga untuk ikut mengerayangi lagi vaginanya dengan jariku. 
Mbak Wita pun langsung melenguh panjang, 

"Ronn.. Aku pengin lagi.." 

Secepat kilat aku langsung ganti posisi 69. Lidahku kembali berputar-putar diujung vaginanya. Sementara Mbak Wita dengan rakusnya melahap separo zakarku. 

"Ohh.. Mbakk aku pengin vaginamu Mbak..," kataku 
"Aku juga Ronn.. Penismu pasti lezat Ronn.. Mbak pengin.. Masukinn sekarang aja.." kata Mbak Wita, teman sekaligus sumber beritaku. 

Mendapat sinyal positif aku langsung bangkit dan mengarahkan batangku ke vagina Mbak Wita. Kuusap sebentar kepala penisku di 
vagina merah nan indah itu. 

"Ohh.. Pelan sayang, punyamu lebih besar dari Mas Johan.." 

Perlahan tapi pasti, aku memasukkukan batang penisku ke dalam liang nikmat itu. Slrup.. Slrup.. Plok.. Plok begitulah bunyi genjotanku ke vagina Mbak Wita. 

"Enakk sayang.. Terusin, aku tak mau berhenti.. Penis kamu enakk," 

Mbak Wita mulai meracau lagi. 

"Vaginamu juga enak Mbak, aku beruntung bisa menikmatinya.. Mbakk aku mau keluar..," setelah 20 menit ujung penisku mulai berkedut. 
"Aku juga sayangg, Tahan bentar kita keluarin bareng ya," Mbak Wita pun ikut memainkan pantatnya. 
Tak lama kemudian, orgasmeku benar-benar-benar tidak bisa ditahan lagi. 
"Mbakk aku sampaii.." 
Croott.. Croott.. Croott 
Semburan spermaku berulangkali memancar di vagina Mbak Wita. 

"Aku dapet juga sayang.. AKu dapat lagi.." hampir bersamaan Mbak Wita menikmati orgasmenya. Vaginanya serasa menjepit batangku. Ueennaakk bangett 
"Ohh.. Mbakk vaginamu enak, boleh ya aku minta lagi," ucapku berbisik sambil mendekapnya. 

Penisku pun masih tetap bersemayam hangat diliang vaginanya. Tak terasa Kami tertidur. Ketika bangun 2 jam berikutnya, kulihat Mbak Wita masih terlelap tanpa sehelai benang pun menutup tubuh indahnya. Oh ya, penisku pun sudah lepas dari sarangnya. 

Hari itu akhirnya kami tidak jadi pergi. Seharian kami hanya bercinta dan bercinta. Jam 4 sore aku sempat keluar cari makan. Setelah itu kami mengulangi perbuatan nikmat itu. Jam 10 malam Mbak Wita pun pamit untuk pulang. 

"Ron makasih ya, kenikmatannya. Kamu hebat, kapan-kapan kamu mau lagi kan sayang," katanya sebelum masuk Mobil. 
"Buat Mbak apa sih yang nggak Ron berikan," kataku. 

Diiringi ciuman dibibirku Mbak Wita lalu masuk mobilnya dan meninggalkanku. Badanku terasa pegal semua, terutama pinggulku yang memang paling berfungsi waktu menggenjot liang Mbak Wita. Tapi bila memikirkan rasanya, seolah rasa pegal itu hilang begitu saja. 

Terbukti, peristiwa itu kembali terulang dan terulang.. Begitulah sekelumit kisah cinta gelapku dengan Mbak Wita, nara sumber sekaligus temanku merengkuh puncak kenikmatan. Sekali tepuk dua pulau kudapat. Sebagai wartawan aku dapat berita, sebagai laki-lagi aku disuguhi nikmatnya vagina perempuan cantik. Hidup memang penuh kejutan dan Indahh! 

E N D

Nikmatnya Dua Irisan Mentimun
(by: dimasayang02@yahoo.com) 

 

Cerita asliku ini adalah cerita yang ke-dua setelah cerita pertamaku yang sudah dimuat di slank.wen.ru dengan judul Ibu Lia dengan Rasa juice melon. Sebenarnya aku punya banyak sekali kisah petualanganku dengan wanita-wanita yang pernah aku cintai. 
Dan yang pasti hampir semua wanita yang aku kencani, biasanya aku gunakan alat atau bahan dari buah-buahan, madu, dan lain-lain. Dan kali ini aku menggunakan dua irisan mentimun. Ini dia kisahku. 

***** 

Pada saat aku bekerja di sebuah perusahaan besar dikawasan kota Denpasar yang bergerak di bidang penjualan mobil-mobil baru kira-kira tiga tahun yang lalu, disanalah aku kenal banyak wanita-wanita cantik yang hampir setiap hari aku jumpai. Mulai dari wanita yang keibuan sampai dengan wanita yang haus akan kebutuhan laki-laki. 

Ketika aku hendak pulang dari kantor, kira-kira pukul 05.00 WITA, datang sepasang suami istri yang bermaksud untuk melihat mobil baru yang dipajang di dalam ruang pameran. Kemudian setelah kami berbincang-bincang agak cukup lama, akhirnya Bapak Lilis dan Ibu Lilis menyepakati untuk membeli satu unit mobil keluaran terbaru dan saya berjanji untuk mengirimkannya pada esok hari. 

Hari Sabtu kira-kira pukul 10.00 WITA, sesuai dengan janji saya untuk mengirimkan satu unit mobil ke Bapak Lilis. Dengan seorang sopir perusahaan, lalu saya bergegas meluncur ke rumah Bapak Lilis. 

"Selamat Pagi.., Bapak Lilis ada..?" tanyaku kepada pembantunya yang membukakan pintu depan rumah Bapak Lilis. 
"Bapak sedang jemput tamunya di Airport. Maaf bapak siapa..?" tanya pembantunya sambil memperhatikan aku. 
"Saya Dimas.. Dari xx Company mau hantarkan Mobil baru untuk Ba..?" belum sempat habis keterangannku kemudian Ibu Lilis datang dari arah tangga rumahnya. 
"Ooh.. Bapak Dimas.. Mari masuk..?" sahut Ibu Lilis mempersilahkan aku masuk ke ruang tamunya. 

Dengan pakaian senam yang masih menempel ditubuh Bu Lia sambil menyeka keringat dengan handuk putihnya nampak sexy sekali dan tampak lebih muda dari usianya. Yang aku perkirakan umurnya tidak lebih dari 32 tahun. Sementara itu pembantunya diberi kode untuk membuatkan aku dan sopirku suguhan orange juice, lalu Ibu Lilis masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian. 

"Sesuai dengan permintaan Bapak dan Ibu, ini kami kirimkan mobil sesuai dengan warna yang Ibu minta kemarin dan tolong di cek keadaan mobil sekaligus nanti akan saya perkenalkan cara pemakaian berikut dengan garansinya." 

Dengan penuh teliti Ibu Lilis memperhatikan unit mobinya sambil minta pengarahan mengenai spec mobilnya. 

"Dari cara Ibu pegang persenelingnya, nampaknya Ibu sudah berpengalaman naik Mobil. Hanya saja untuk melepas hand rem-nya Ibu tekannya kurang keras. Jadi hand rem-nya nggak bisa turun. Maklum mobil baru Bu..!" jawabku menjawab pertanyaan Ibu Lilis. Yang ternyata jawabanku membuat wajah Ibu Lilis memandangiku serius. 

"Saya merasa nyaman duduk di mobil ini, dan bagaimana kalau saya coba dulu, tapi tolong ditemani ya.. Agak takut juga soalnya mobil baru..?" pinta Ibu Lilis dengan suara khasnya. 
"Jangan khawatir Bu, mobil ini bergaransi tiga tahun dan saya siap menemani Ibu untuk mencobanya." 

Dalam perjalanan mengitari pantai di Kuta akhirnya obrolanku dengan Ibu Lilis semakin akrab. Dan aku menawarkan ke Ibu Lilis untuk membeli variasi dan acesoris untuk mempercantik mobilnya. 

"Nanti mobil ini kan.. Dipakai ibu sendiri.., jadi tinggal tambah sedikit acesoris, saya yakin penampilan Mobil ini sama cantiknya dengan penampilan yang mengendarainya." 

Dengan senyumannya yang susah untuk diartikan akhirnya Ibu Lilis mempertimbangkan penawarannku. Aku berharap Ibu Lilis menyetujui ideku, sebab aku bisa lebih banyak cerita dan mendapat fee dari pembelian acesoris di toko langgananku. 

Seperti biasa kalau pada hari senin biasanya orang-orang malas untuk bekerja, demikian juga denganku. Karena hari minggu kemarin seharian aku di kampung karena ada upacara Agama, dan sangat melelahkan untuk kembali ke Denpasar sebab jarak kampungku dengan tempat aku bekerja di Denpasar cukup jauh. Kira-kira dua jam baru sampai. Dan pada hari senin itu aku mendapat telpon dari temanku dan katanya ada seorang wanita yang nunggu aku di counter. Kemudian aku bergegas turun dari ruanganku di lantai atas. 

"Oh.. Ibu Lilis.. Selamat pagi.. Apa khabar..?" tanyaku kepada Ibu Lilis dengan perasaan kaget dan khawatir. 

Kaget karena Ibu ini tidak menelpon aku terlebih dahulu kalau dia mau ke kantor, dan khawatir kalau mobil yang aku kirim hari Sabtu bermasalah. 

"Baik..!" jawab Ibu Lilis singkat. 
"Bisa saya bantu Bu.." tanyaku ke Ibu Lilis sambil memperhatikan pakaian yang menempel cocok dengan tubuh Ibu Lilis yang seperti foto Model iklan. Sungguh anggun dengan kaca mata merek Versace yang siselipkan diantara rambutnya yang disemir merah keemasan. Wajah yang cantik sesuai dengan pakaian feminim layaknya seperti wanita karir dengan rok mini-nya terlihat jelas bulu halus tertata rapi dikakinya. 

"Begini Pak Dimas.. setelah saya pikir-pikir kemarin mengenai pemasangan dan pembelian acesoris, saya memutuskan untuk mengikuti saran dari Bapak Dimas. Jadi hari ini saya datang kesini untuk menjelaskan itu dan saya berharap kalau Bapak tidak ada jadwal atau acara, biar Bapak Dimas yang mengantarkan saya ke toko variasi langganan Bapak". Pinta Ibu Lilis. 
"Kebetulan hari ini saya tidak ada jadwal, jadi saya siap untuk mengantarkan Ibu. Tapi tolong jangan resmi gitu manggil saya Bapak. Panggil saya Dimas aja Bu.. Ya..?" pintaku kepada Ibu Lilis karena aku merasa risih dipanggil Bapak. Karena umurku masih 30 tahun dan dibawah umur Ibu Lilis. 

Karena cukup lama pemasangan acesoris yang dilakukan oleh sebuah toko variasi, maka kesempatan itu aku pakai ngobrol dengan Ibu Lilis yang aku baru tahu kalau Ibu Lilis mempunyai perasaan yang sama untuk mencapai satu tingkatan arti dari sebuah pertemuan yang membawa aku dan Ibu Lilis ke sebuah episode kisah romantisme yang sulit untuk dilupakan sampai akhir. 

Setelah mobil selesai terpasang, aku dan Ibu Lilis keluar dari toko variasi dan Ibu Lilis mengajakku untuk makan siang bersama di sebuah restoran. Namun aku halangi ke tempat restoran yang Ibu Lilis tunjukkan. 

"Saya punya teman baru buka restoran.. bagaimana kalau kita kesana untuk mencoba menu barunya. Barangkali ada yang istimewa disana..?" kataku sedikit bohong karena restoran yang aku sebutkan diatas adalah restoran dengan hotel yang biasa aku pakai untuk kencan dengan mantan pacarku dulu. 

Selagi makan siang, aku kasih kode kepada waiters untuk memesan kamar. Ketika Ibu Lilis membayar Bill-nya ke Kasir, aku ambil kunci kamar no 102 untuk short time. 

"Bu.. Karena baru jam 02.00 bagaimana kalu kita ngobrol lagi di sebelah restoran ini.?" Tanpa sempat bertanya tangan Ibu Lilis sudah aku gandeng untuk masuk kamar 102. 
"Dimas.. Kamu nakal ya..?" demikian tanya Ibu Lilis. 
"Sedikit Bu.. Tapi asyik kalau kita ngobrol nggak dilihat orang-orang disekitar." jawabku mengalihkan perhatiannya. 

Sambil kusentuh halus jari jemarinya sebab menurut pengalamanku orang yang berbintang virgo seperti Ibu Lilis ini, rangsangan plus-nya ada di telapak tangan selain rangsangan bagian lainnya yang umum dipunyai seorang wanita. 

"Mmmh kamu romantis ya Dim..?" tanya Ibu Lilis mungkin karena rambut yang terurai rapi sebahu itu aku sentuh dengan tanganku lalu aku cium rambutnya yang harum bak kembang setaman yang membuat bibir Ibu Lilis berkata seperti itu. 
"Terus terang aku paling senang memperlakukan wanita seperti ini Bu.. Tanpa dibuat-buat. Walau kadang pendapat orang bilang kalau sudah ketemu wanita cantik pasti nafsunya yang nomer satu. Tapi bagiku, perasaan yang muncul dulu baru nafsu. Sebab dulu aku pernah satu kali ke lokalisasi dengan nafsu namun rasanya hambar. Nikmatnya hanya sekejab. Lain dengan perasaan. Begitu mempesona dan mengasyikkan. Atau.. Ibu mau membedakan mana perasaan dan mana nafsu..?" tanyaku sambil melirik matanya di sela rambut yang tersingkap oleh hembusan angin AC di ruangan 102. 

Ketika pikiran Ibu Lilis masih menerawang jauh, kudekatkan bibirku dengan bibir sensualnya Ibu Lilis dan mulai terasa hangat ketika lidah kami saling sedot dan bermain-main. Kemudian pelan-pelan aku lepas ciumanku untuk mengambil dua irisan mentimun yang aku ambil ketika aku makan siang tadi. Kusuruh Ibu Lilis untuk memejamkan matanya. Agar aku bisa taruh irisan mentimun layaknya seperti orang facial. 

"Setelah saya tutup mata Ibu.. sekarang tolong fokuskan pikiran Ibu kepada satu tujuan dan pikirkan seolah-olah Ibu sedang mandi mengenakan kain sutra tipis di sebuah sungai yang airnya bersih, tenang, dan damai. Disaat Ibu mandi itu.. Pikirkan bahwa ada laki-laki datang [Dimas] menghampiri Ibu berbisik mesra dan mencium leher dan bibir ibu kemudian melepaskan kain sutra yang ibu kenakan [dan aku buka pakiannya], kemudian menjilati seluruh anggota tubuh Ibu satu-demi-satu mulai dari jari kaki Ibu, betis Ibu, paha mulus Ibu, pusar Ibu, puting susu ibu sampai ketitik rangsangan yang paling didamba kaum laki-laki yaitu kemaluan Ibu yang merah delima." 

Seperti ada yang menggerakkan, tubuh Ibu Lilis bergerak halus mengikuti irama jilatanku. 

"Ohh.. Shhshh..?" Suara Ibu Lilis bergairah. 

Dan memang aku sengaja bercerita fantasy seperti itu, Agar permainannya nanti lebih nikmat dan menjiwai. Kemudian kedua kaki Ibu Lilis aku angkat pelan, kuamati gumpalan kecil diantara rambut yang tertata rapi disela selangkangannya, kuautr lidahku agar bisa masuk ke lubang vagina Ibu Lilis, dan terasa sekali bau khas kemaluan wanita yang membuat aku tambah bergairah. Kubiarkan kedua tangan Ibu Lilis meremas rambutku, kubiarkan kedua paha Ibu Lilis menjepit kepalaku pertanda bahwa gairah nafsu Ibu Lilis sudah mulai naik. Hingga mata Ibu Lilis yang masih terpejam dan tertindih irisan mentimun itu dibukanya sendiri. Karena tak kuasa menahan geli. 

"Uhh.. Terus sayang.. Aku menikmatinya..! ohh.. Jangan di lepas..!" Kata Ibu Lilis memintaku untuk tidak melepaskan jilatanku. Kemudian tubuhku aku balik mendekati wajah Ibu Lilis dan tanpa dikomando kemaluanku sudah dipegang tangan kirinya dan dengan gerakan maju mundur mulutnya telah mengulum Penisku yang sudah menegang itu. 

"Auchh.. Sedot terus Bu..? Pintaku dengan nafas mulai nggak teratur. 
"Say.. Please..?" Suara Ibu Lilis penuh gelora nafsu meminta penisku untuk dimasukkan. 

Pelan dan pasti kumasukkan penisku ke lubang vagina Ibu Lilis yang masih rapet. 

"Ochh.. Mmhh..?" desah Ibu Lilis sambil menggigit bibir sensualnya menahan geli. 

Dengan gerakan pelan-cepat-pelan-cepat membuat mata Ibu Lilis merem melek seperti orang kelilipan. Sedikit demi sedikit pantat Ibu Lilis mulai dia goyangkan mengikuti irama gerakanku. Sekali-sekali gerakannya diatur sedemikian rupa sehingga membuat penisku seperti dijepit vaginanya. 

"Ohh.. Sayang.. Aku mau seperti ini terus..?" pinta Ibu lilis sambil mendekap erat tubuhku yang sudah mulai berkeringat. 
"Aku juga..!" kataku menahan geli. 

Aku pompa terus kemaluanku, lalu kumiringkan badanku sehingga tubuhku dan tubuh Ibu Lilis sama-sama miring. Kusuruh tangan kiri Ibu Lilis untuk mengankat dan memegang paha putihnya, kemudian puting susu yang bentuknya seperti belum pernah di sedot orang lain, aku gigit kecil dan kujilati sampai putingnya menegang. Sementara tangan kananku [jari tengah] kumainkan di daerah klitoris kemaluan Ibu Lilis. Terlihat tubuh Ibu lilis bergetar menahan geli yang teramat nikmat. 

"Sayang.. Aku geli sekali.. Seperti.. Ochh!" tidak sempat Ibu Lilis melanjutkan percakapannya karena spermanya keburu muncrat dan membasahi kemaluan dan buah pelirku. 
"Ochh.. Ssshh..!!" suara terakhir Ibu Lilis melepaskan cengkeraman tangannya di bahuku. 
"Seperti apa..?" tanyaku melanjutkan pertanyaan Ibu Lia yang belum sempat Dia jawab karena spermanya keburu keluar. Dan pinggangku dicubitnya genit. 
"Seperti.. Ochh.. Aku geli lagi sayang.. Puasin aku sekali lagi?" pinta Ibu lilis meminta untuk kedua kalinya. 

Dengan gairah yang menggebu-gebu, kuubah-ubah posisiku agar Ibu Lilis nggak merasa bosan. Aku ulangi lagi genjotanku sampai tubuh Ibu Lilis menggeliat seperti cacing kepanasan. Untuk kedua kalinya kulihat tubuh Ibu Lilis seperti orang kejang-kejang. Pantatku ditekannya, sementara bibirnya mendesah sambil menjilati kedua sisi bibirnya yang terbungkus lipstik merah terang. 

"Yang.. Kita keluar sama-sama yuk..?" kata Ibu Lilis. 
"Ya.. Sebentar lagi spermaku mau keluar. Ibu rasakan nggak kontolku semakin menegang.?" jawabku. 
"Oh.. Iya.." sahut ibu Lia sambil melihat kemaluanku dan kemaluan Ibu Lilis yang tengah beradu untuk mencapai titik kenikmatan. 
"Ochh.. Sshh.. Ochh" sengaja kudekatkan desahanku ke telinga ibu lilis. Saat itu juga telinga Ibu Lilis yang bersih, aku gigit nakal dan dengan lidahku aku jilati lubang telinganya sampai kepala Ibu Lilis geleng-geleng kegelian. 
"Auchh.. Ouchh.. Crot.. Crot.. Crot.. Ouchh..!" 
"Uachh.. Gila.. Ouchh.." akhirnya aku dan Ibu Lia sama-sama mengeluarkan sperma yang keluar dari kemaluan kami masing-masing. 

Setelah cukup lama permainan ngesek itu berlangsung, kemudian aku dan Ibu Lilis bergegas meninggalkan kamar hotel yang banyak memberiku pengalaman bercinta. Demikian juga petualanganku dengan Ibu lilis yang terus berlanjut sampai satu tahun, tanpa hambatan berarti. 




No comments:

Post a Comment